Pelajaran dari Sakit

Seminggu sebelum Ramadhan lalu qodarullah saya mendapatkan ujian berupa sakit.
Kali ini tidak cukup hanya minum obat warung seperti biasanya, namun harus
opname di Rumah Sakit. Seingat saya ini jadi opname saya pertamakalinya. Pernah
beberapa waktu lalu ketika masih merantau di Jakarta saya pernah ambruk juga,
namun hanya rawat jalan saja dan direkomendasikan bedrest di rumah yang
kemudian saya pun memutuskan pulang ke rumah Jogja, karena memang sakit
di perantaun sendirian itu tidak enak.

Kronologi sakitnya kali ini badan terasa meriang ketika saya sampai di rumah
selepas mengantar ibu kondangan. Malamnya panas tinggi dan susah tidur.
Akhirnya pagi hari periksa ke klinik dekat rumah dan diberi obat. Hari
berikutnya karena kondisi tidak lebih baik akhirnya kembali ke klinik namun
kemudian dirujuk ke rumah sakit. Pilihan Rumah Sakit yang cukup dekat dengan
rumah yaitu kalau tidak di RSUD Sleman ya di RS At Turrots, karena memang sudah
tidak ada asuransi dari perusahaan, pun dengan BPJS yang memang belum selesai
urusaanya semenjak ditolak saat bikin dikantor lama saya, karena ada data yang
nyangkut,atau entahlah, tapi Alhamdulillah tanpa asuransi pun Allah justru
mudahkan urusannya dan saya memilih opname di RS At Turrots.

Kondisi saya yang memang belum jelas diagnosanya mengharuskan saya opname
beberapa hari. Meskipun sepintas merasakan membaik akhirnya karena memang akan
masuk bulan puasa saya bertekad untuk sembuh dan minta pulang sebelum Ramadhan.
Sehari sebelum ramadhan saya diijinkan pulang dan diberi obat, meskipun belum
sembuh benar.

Marhaban ya Ramadhan, alhamdulillah masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan
bulan yang penuh keagungan dan keberkahan. Kali ini dengan suasana dan kondisi
yang berbeda dari sebelum-sebelumnya yaitu bisa membersamai orangtua saya di
rumah tanpa harus begadang mencari tiket mudik.

Hari pertama saya ikut berpuasa, dan alhamdulillah full meskipun badan saya
masih lemes dan seharian dikasur. Selepas buka juga minum obat badan menggigil lagi,
makanan dan obat keluar semua. Akhirnya saya periksa menuju klinik dekat rumah, kali
ini kembali dirujuk ke RS lagi. Malam harinya langsung menuju RS, masuk IGD dan
menunggu beberapa waktu karena kamar pasien rawat inap penuh semua.
Akhirnya setelah menunggu, dapat juga kamar kelas 2 satu kamar berisi 3 pasien.
Berbeda dengan opname sebelumnya yang alhamdulillah dapet kelas VIP. Saat masuk
ruangan kamar kelas 2 ini rasa tegang saya sedikit membuncah. Saya masuk
diujung ruangan melewati dua pasien lainnya. Setelah membetulkan posisi
dipembaringan, ibu saya yang menemani saya langsung berkenalan kulonuwun ke
pasien-pasien sebelah, saya dengar dari percakapan, bapak disamping saya sakit
penyakit dalam, dan bapak satunya lagi sakit habis jatuh terpeleset.
Belum genap satu jam saya diruangan itu, tiba-tiba ibu yang jaga pasien persis
sebelah saya panik, minta tolong ibu saya “bu niki pripun bapake pun mboten
purun ngendiko nopo nopo” ibu saya coba menengok dan berusaha menenangkannya
sambil memanggil perawat jaga. Saya yang berbaring di sebelahnya hanya mampu
mendengarkan pasien sebelah nafasnya sudah tersenggal senggal. Dan dalam
proses yang cepat, dokter jaga mengecek kondisi pasien, namun
innalillahiwainnailaihi rajiun semua milik Allah dan pasti akan kembali pada
Nya, dokter mengabarkan bahwa pasien telah berpulang. Seketika itu pekik
histeris ibu yang menjanganya memenuhi ruangan.

Benar saja ajal tidak ada yang tahu kapan akan datang, tidak sampai satu jam di ruangan itu saya sudah menjumpai fenomena ragam orang sakit, sakaratul maut, dan kematian.
Kita seharusnya selagi bisa, harus menyipkan bekal yang baik untuk menghadapinya karena itu sebuah keniscayaan. Bekal ilmu ketika mendapat cobaan sakit, agar tidak hanya keluh yang keluar dari bibir kita namun keikhlasan yang bisa mendapatkan ridho, dan balasan gugurnya dosa kita. Bekal ilmu ketika menjumpai orang sakaratul mau, agar kita bisa membimbing dengan talqin orang yang sakaratul maut, karena rasul mengabarkan janji surga bagi orang yang dalam akhir kalimatnya lailahailallah. Dan yang lebih penting lagi bekal ilmu untuk kita beramal baik guna menghadapi kematian, yang setelahnya kita tidak mungkin bisa kembali menambah amalan.

Setelah satu jam pertama yang cukup mencekam itu selanjutnya hari-hari dirumah
sakit makin terasa pilu. Saya tambah mengerti arti kebersamaan dengan orang-
orang yang kita sayangi. Ibu saya yang selalu menemani saya, dan tinggalah
bapak di rumah tidak ada yang memasak untuk sekedar makan sahurpun. Air mata
saya menetes ketika terbangun di malam hari karena malam itu hujan deras,
mendapati Ibu saya kelelahan tertidur sambil duduk di samping saya. Suasana
hujan, ruang rumah sakit kelas 2 yang antar pasien dibatasi korden, dan aroma
khas rumah sakit membuat saya semakin terharu. Ya Allah jagalah orang-orang
yang saya sayangi, Ibu dan Bapak saya agar selalu diberi kesehatan, keselamatan
dunia dan akherat.

Setelah 4 hari opname yang kedua ini keadaan saya berangsur membaik. Diagnosis
dokter sakit, saya mungkin DB dilihat dari gejala dan siklus sakitnya. Akhirnya
diperbolehkan pulang setelah trombosit saya sudah mulai naik kembali. Akhirnya
pulang dan meskipun badan masih lemes dan tulang masih terasa ngilu,
alhamdulillah sudah bisa kembali menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga
dengan sakit ini bisa membersihkan dosa-dosa saya dan banyak pelajaran yang
bisa saya ambil dan renungkan. Semoga tulisan ini bermanfaat.

3 thoughts on “Pelajaran dari Sakit

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This blog is kept spam free by WP-SpamFree.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.